11/10/2010 01:01

Surat dari Prelat (Agustus 2010)

Semua perayaan tentang Bunda kita selama bulan Agustus dan tahun Maria ini membentuk benang merah dalam surat dari Prelat bulan ini.

 

4 Agustus, 2010

 

Putra dan putriku yang terkasih : semoga Yesus melindungi kalian.

 

Surat ini saya tulis dalam perjalanan pulang dari beberapa negara di Amerka Selatan. Ketika saya berada di Ekuador, Peru dan Brazil, selain merasa gembira karena bersama saudara-saudaramu dan beberapa orang lain, saya berdoa dihadapan beberapa lukisan Perawan Terberkati. Dengan dukungan kalian semua, saya mencoba berdoa dengan kekhidmatan seperti yang dilakukan St Josemaria ketika berdoa dihadapan gambar Bunda kita. Saya mengucapkan terimakasih kepada Bunda atas doanya yang tak kunjung putus bagi Gereja dan Opus dei, dan memohon agar ia terus melimpahkan berkat bagi kita. Saya sungguh mengharapkan doa kalian kepada Bunda Maria, sebab dalam lubuk hati saya tertanam ucapan Bapa kita di Sanctuary of the Aparecida, yang kemudian ia ulangi di Sao Paulo, "Saya berkata kepada Bunda bahwa saya ingin berdoa dengan penuh iman". Sebelumnya, di Ekuador, saya merenungkan pelajaran indah dari St Josemaria ketika beliau menderita mabuk ketinggian yang disebut "soroche". Ini memaksanya untuk hampir sepenuhnya berhenti melakukan kegiatan katekesenya sementara beliau semakin dalam devosinya kepada St Yosef dan Kanak-Kanak Yesus. Disana, selama dua minggu, beliau "aktif dalam keadaan diam". Selama di Peru banyak kenangan yang terlintas di benak saya, antara lain kenangan tentang betapa gembira St Josemaria ketika melihat gambar sebuah adegan yang sangat berkesan yakni gambar Santa Perawan dan Santo Yosef sedang menyembah Yesus yang tersembunyi didalam tabernakel. Dengan sikapnya yang penuh cinta ia berdiam diri dihadapan altar !

 

Marilah kita semakin menguatkan ungkapan cinta kita kepada sang Bunda selama bulan-bulan yang tersisa dari tahun Maria ini. Tepat pada tanggal 15 bulan ini, pada pesta Maria Yang Diangkat ke Surga, kita akan mengawali bagian kedua dari tahun Maria. Marilah kita bersungguh-sungguh menjalaninya dengan semangat baru sebagai anak-anaknya, sebagaimana yang dilakukan St Josemaria. Ia sering berkata: "Jika ada sesuatu dalam diriku yang ingin kau tiru, tentu itu adalah cintaku pada Bunda kita". Pada kesempatan lain ia mengatakan: "Tirulah Yesus, yang merupakan Teladan dalam segala hal, juga Teladan dalam cinta kepada IbuNya"(1)

 

Sekarang ini kita lagi berada di tengah-tengah tahun  yang kita letakkan di tangan Bunda Maria untuk memperingati ke 80 tahun berdirinya Karya kita bagi para wanita. Inilah saatnya bagi kita untuk memeriksa kembali diri kita dalam minggu-minggu yang telah berlalu, agar kita dapat lebih maju dengan langkah yang mantap. "Ketika rangkaian perayaan Maria tiba, janganlah mengendurkan ungkapan cinta kita. Kita semestinya lebih sering lagi mengarahkan hati kita kepadanya, memohonkan kebutuhan kita, mengucapkan terimakasih atas penyertaan keibuannya yang tiada henti serta mempercayakan orang-orang yang kita kasihi kepadanya. Meskipun demikian, tentu saja setiap hari adalah hari yang baik untuk mencintai Maria, sama halnya setiap hari adalah baik bagi siapa saja yang saling mencintai."(2)

 

 

Solemnitas pada tanggal 15 ini mengundang kita untuk menjalankan nasehat Bapa kita. Dipilihnya Maria oleh Allah dari keabadian untuk menjadi Bunda dari Sabda Yang Menjelma mencapai puncaknya ketika Maria diterima dengan mulia, badan dan jiwanya, di dalam Surga. Diangkatnya Maria ke Surga, yang mengakhiri perjalanan sejak ia diikandung tanpa noda, mendorong kita untuk memusatkan perhatian kita kepadanya dan dengan lebih dalam merenungkan perjalanan hidupnya selama di dunia hingga akhirnya tiba di kediamannya di Surga.

 

Dalam bacaan Injil pada Misa untuk perayaan ini, Gereja mengungkapkan kunjungan Maria ke rumah Elizabeth, sepupunya. Para Bapa dan pujangga Gereja sejak dahulu memandang peristiwa ini sebagai lukisan seluruh kehidupan Maria, yang ditandai dengan ketaatannya yang penuh sukacita kepada apapun yang dikehendaki Allah kepadanya. Dimulai dari fiat – terjadilah atas kehendakMu -  yang diucapkannya pada saat menerima Kabar Gembira sampai fiat lain, yang diungkapkannya tanpa kata-kata di kaki Salib, seluruh kehidupan Maria dapat dimaknai sebagai ketaatan penuh kepada kehendak Allah yang penuh kasih, tanpa jeda sama sekali.

 

St Lukas, penulis Injil yang paling banyak berbicara tentang Maria, memberi kita banyak rincian tentang kunjungan Maria ke Elizabeth. Peristiwa ini tertanam dalam di benak kita, seperti halnya berbagai peristiwa lain di Injil, sebab setiap hari kita merenungkan misteri-misteri Rosario. Marilah kita merenungkannya lagi.

 

Pada waktu itu Maria bangkit berdiri dan segera berangkat pergi melewati perbukitan, menuju sebuah kota di Yudea, dan ia masuk ke rumah Zakarias serta menyapa Elizabeth. Dan ketika Elizabeth mendengarnya, janin dalam rahimnya melonjak, dan Elizabeth pun dipenuhi oleh Roh Kudus dan ia berseru:" Terpujilah engkau diantara wanita, dan terpujilah buah rahimmu. Dan siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang menemui aku? Ketika ucapanmu sampai ke telingaku, bayi dalam kandunganku melonjak kegirangan. Dan terpujilah dia yang percaya bahwa apa yang dikatakan Allah kepadanya akan terlaksana."(3)

 

Perawan Terberkati, yang juga dipenuhi oleh Roh Kudus, menjawab ucapan Elizabeth dengan kidung yang dipenuhi oleh rasa syukur dan sukacita yang tak terperikan yang kita sebut Magnificat. Kita tidak boleh berhenti merenungkan semua kekayaan ini. Saya hanya ingin menekankan beberapa rincian dari peristiwa ini yang direnungkan oleh St Josemaria secara mendalam.

 

Malaikat Gabriel memberitahu Maria bahwa Elizabeth sedang mengandung seorang anak, sebagai bukti atas kemahakuasaan Allah. Ia tidak meminta atau menyarankan Maria agar mengunjungi sepupunya. Namun demikian Bunda Maria merasa bahwa sepupunya itu memerlukan bantuannya dan iapun menemukan kehendak Allah disitu. Iapun segera berangkat menuju tempat tinggal sepupunya itu. Seperti ditekankan St Lukas, Maria melakukan hal itu dengan bergegas. Menurut St Ambrosius, alasannya jelas: "Rahmat dari Roh Kudus tidak mengijinkan gerakan yang berlambat-lambat."(4) Sejalan dengan Pujangga Gereja ini, Paus Benedictus XVI berkomentar: "dengan kata-kata ini sang penulis Injil bermaksud menekankan bahwa bagi Maria mengikuti panggilannya sendiri secara penuh sesuai kehendak Allah, yang telah menghadirkan Sabda yang Menjelma di dalam rahimnya, berarti mengambil jalan baru dan segera keluar meninggalkan rumah, sehingga membiarkan dirinya dibimbing oleh Allah sendiri."(5)

 

Injil memberi kita pelajaran pertama tentang aksi Maria yang tegas. Bila kasih Allah terwujud di dalam hati kita, kewajiban kita adalah segera menanggapi rahmatnya dengan penuh kemurahan hati kepada kehendak ilahi tanpa keraguan atau penundaan. Ketika Allah lewat di samping kita (Ia sudah dan masih selalu memanggil nama kita untuk mengikuti Dia dari dekat), kita harus menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghalangi kita untuk mengikuti dan hidup bersamaNya. Seluruh keberadaan kita harus ditandai dengan "gerak cepat yang sakral" ini yang menurut Bapa Suci diharapkan dari setiap orang yang menyadari bahwa "Allah selalu menjadi prioritas utama dan tak ada hal lain yang semestinya dikerjakan dengan sesegera itu."(6)

 

Saya teringat akan beberapa peristiwa dalam kehidupan bapa kita yang menggambarkan betapa Pendiri Opus Dei itu memupuk sikap gerak cepat yang begitu teguh dalam mengasihi Allah dan Bunda Maria.

 

Para penulis biografinya menceritakan bagaimana ia pada saat-saat awal Opus Dei, selalu berusaha menyapa Maria melalui lukisan-lukisan Maria yang dijumpainya di sepanjang jalan-jalan di Madrid bersamaan dengan semakin mendalam cintanya kepada sang Bunda. Dalam catatan pribadinya beliau menulis: "Pagi ini saya menelusuri kembali langkah kakiku, seperti seorang anak kecil, untuk menyapa Bunda kita yang tergambar pada lukisan di jalan Antocha, tinggi diatas gedung Ordo Santo Philipus. Belakangan saya lupa menyapanya. Anak macam apa yang sudi kehilangan kesempatan untuk menyatakan cinta kepada ibunya? Bunda, semoga aku tidak akan menjadi bekas-anak."(7)

 

Suatu hari di Villa Tevere, ketika beliau mulai merasa lemah menjelang akhir hidupnya, ia melewati sebuah relief Perawan Terberkati yang menggendong Kanak-Kanak Yesus. Ia ingin mencium relief itu tetapi sulit sebab terhalang sebuah bangku. Namun beliau tetap berusaha. Sesudah itu beliau mengajak kami untuk merenungkan, meskipun usaha tadi tidak membuahkan hasil, kita perlu bertanya kepada diri sendiri seberapa sering kita berusaha mengungkapkan cinta kita sebagai tanggapan atas kasih Allah dan Maria yang berlimpah melalui Inkarnasi (Allah yang menjadi manusia). Saya teruskan pertanyaan ini kepadamu. Upaya khusus apa yang telah kita putuskan untuk kita kerjakan selama bulan-bulan yang tersisa dari tahun Maria ini sebagai respon atas cinta Yesus dan bundaNya yang Terberkati yang terus menerus mereka perlihatkan kepada kita? Apakah kita sungguh-sungguh mau lebih mencintai Bunda kita?  [Sp: Queremos quererla más?] Ini tidak berlebihan. Apakah kita berusaha mencari dia dengan semangat seperti dia membawa kita kepada Putranya?

 

Mari kita renungkan sisi lain dari peristiwa Maria mengunjungi Elizabeth. Ketika ia menyerukan pujian kepada Tuhan dalam Magnificat, dengan segera iapun melanjutkannya – sebagaimana terjadi sebelumnya ketika St Gabriel mengunjunginya -  dengan ungkapan betapa rendahnya ia dihadapan Allah. Ungkapan ini merupakan bagian pokok dalam keutamaan kerendahan hati. "Sungguh besar nilai dari kerendahan hati!". Quia respexit humilitatem…’ —‘ "Sebab Ia telah meninggikan yang rendah..." Bukan tentang iman, kemurahan hati maupun kemurniannya Maria berbicara di rumah Zakaria. Kidung sukacitanya bergaung:"Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya;

oleh karenanya mulai saat ini segala keturunan akan menyebutku yang diberkati."(8)

 

St Agustinus mengatakan bahwa "tempat kediaman dari kemurahan hati adalah kerendahan hati."(9) Kemurahan hati yang tulus hanya tumbuh di tanah yang telah diberi pupuk kerendahan hati yang mendalam. Kerendahan hati Maria yang luar biasa membuatnya selalu ingin agar Allah bekerja di dalam jiwanya, tanpa menuntut jasa apapun bagi dirinya sendiri. Dengan demikian Allah memandangnya dengan kasih yang terus bertambah, yang membawanya dari kepenuhan yang satu menuju kepenuhan yang lain hingga Allah menerimanya dalam kemuliaan.

 

Anak-anakku, marilah kita belajar dari Bunda kita yang baik ini bagaimana caranya bertindak seperti dia dalam segala situasi. Sampai akhir hayat kita harus berjuang melawan musuh-musuh penyucian diri kita, terutama terhadap cinta diri, yang merupakan hambatan utama menuju persatuan dengan Allah. Marilah menyimak St Josemaria sekali lagi. Suatu ketika beliau berkata kepada orang yang bertanya bagaimana berjuang dalam suatu aspek kehidupan spritual: "Memang baik kamu punya keinginan melawan kesombongan. Meskipun bukan seorang nabi, aku berkata kepadamu bahwa kamu akan selalu punya masalah dengan kesombongan hingga akhir hidupmu. Mintalah kepada Tuhan agar membuatmu rendah hati.....Quia respexit humilitatem ancillae suae (Lk 1:48). Allah memandang Maria sebab Ia melihat kerendahan hati hambanNya. Maka kamu harus berjuang melayani Allah dan meneladan Maria dalam hal kerendahan hati. Di Injil kita tidak menemukan kehadiran Maria pada saat-saat Yesus menunjukkan kemuliaanNya. Kita mendapati Maria di kaki Salib, tapi kita juga mendapati dia pada mujizat yang pertama, yang dikerjakan Yesus karena Bunda Maria memintaNya. Mintalah kepada Yesus mujizat untuk membuatmu dan membuatku rendah hati."(10)

 

Merenungkan privilese-privelese Maria yang besar tentu membuat kita terpesona. Bunda surgawi kita ini sungguh mengagumkan ! Kita merenungkannya, dalam peristiwa Akhir Zaman, berselubungkan matahari, dengan bulan dikakinya dan bintang-bintang sebagai mahkotanya.(11) Namun, “kita tahu bahwa semua  privilese-privilese ini dikarunaikan bukan untuk menjauhkan dia dari kita, melainkan sebaliknya”(12) Dari Surga, ia mengikuti langkah kita masing-masing seolah-olah setiap orang dari kita adalah putra atau putri satu-satunya. Dan ia tak pernah berhenti menjaga kita agar kelak dalam persatuan dengan Putranya serta semua malaikat dan orang kudus kita bisa mencapai kebahagiaan abadi.

 

Sekali lagi kita akan mengenangkan semuanya ini pada tanggal 15 Agustus saat kita membaharui konsekrasi Opus Dei kepada Hatinya Yang Manis dan Tak Bernoda. Pada hari itu marilah kita menyatukan semua intensi para anggota Prelatur - baik yang masih hidup maupun yang telah menyerahkan jiwanya kepada Allah - dan terutama sekali dengan bapa kita. Marilah bersatu padu demi persembahan yang bapa kita lakukan di Loreto pada tahun 1951 dan demi persembahan yang akan saya perbaharui dalam nama semua anggota di tahun Maria ini. Kita akan mempercayakan semua keinginan dan usaha kita kepada pemeliharaan Bunda kita, yang dengan tepat disampaikan oleh St Thomas Aquinas, "totius Trinitatis nobilis triclinium,”(13) tempat dimana Tritunggal Mahakudus merasa nyaman. Sebagaimana Bapa Suci katakan belum lama ini, "karena Inkarnasi, ketiga Pribadi Ilahi tinggal dalam jiwa Maria yang penuh rahmat dan menemukan kegembiraan dan sukacita yang tak dapat dijumpai pada mahluk lain. Melalui perantaraannya kita dapat memperolah semua pertolongan."(14)

 

Kita juga akan melakukan hal yang sama pada tanggal 22 bulan ini, pada perayaan Maria Yang Dimahkotai di Surga, dan pada hari berikutnya, yakni peringatan akan lokusi ilahi yang bagi bapa terasa sebagai "setetes madu dan sarang lebah" ketika ia sangat memerlukannya: adeamus cum fiducia ad thronum gloriae, ut misericordiam consequamur! Marilah kita pergi dengan kemantapan hati menuju tahta kemuliaan, agar kita dapat beroleh kerahiman!

 

Marilah meningkatkan doa-doa kita bagi Bapa Suci, bagi intensi-intensinya, bagi seluruh harapan dan rencananya demi kebaikan jiwa kita yang ia simpan dalam hatinya, dan juga agar ia dapat beristirahat selama bulan-bulan ini.

 

Dan bersama dengan ini semua, bantulah saya juga dengan mendoakan intensi-intensi saya.

 

Saya memberkati kamu semua dengan penuh kasih.

 

Bapamu,

                                                                                   

+Javier

 

Pamplona, 1 Agustus 2010

 

 

Catatan kaki

 

1. St. Josemaría, Catatan dari pertemuan, April 12, 1974.

2. St. Josemaría, Sahabat-Sahabat Tuhan, no. 291.

3. Luk 1:39-45.

4. St. Ambrose, Exposition on the Gospel according to St. Luke, II, 19 (PL 15, 1560).

5. Benedictus XVI, Homili pada pesta Solemnitas Kenaikan Bunda Maria ke Surga, 15 Agustus, 2009.                      

6. Ibid.

7. St. Josemaría, Catatan Intim, no. 446 (3 Desember, 1931). Dikutip oleh A. Vázquez de Prada, El Fundador del Opus Dei, vol. I, p. 341.

8. St. Josemaría, JALAN, no. 598.

9. St. Augustine, Keperawanan Suci, 51.

10. St. Josemaría, Catatan dari satu pertemuan, October 21, 1972.

11. Why 12:1.

12. Benedictus XVI, Audiensi Umum, 2 Januari , 2008.

13 .St. Thomas Aquinas, Exposition on the Hail Mary, chap. 1.

14. Benedictus XVI, Audiensi Umum, 23 Juni 2010.

 

—————

Back


Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres