03/12/2009 21:56

Meniru Kesucian Santo-Santa

Meniru Kesucian Santo-Santa

ditulis oleh Stev

Pembimbing : Romo FX Zen Taufik (Pastor Opus Dei)

Pengantar

Setiap orang yang dibaptis tentu mempunyai nama baptis yang umumnya diambil dari nama orang-orang kudus.

(KGK 2156) ... Di dalam Pembaptisan, nama Tuhan menguduskan manusia dan seorang Kristen mendapat namanya di dalam Gereja. Nama itu boleh dari orang kudus, artinya seorang murid Yesus yang telah hidup dalam kesetiaan kepada Tuhannya. Pelindung adalah satu contoh kasih Kristen dan menjanjikan doa syafaatnya. Nama baptis dapat juga menyatakan satu misteri Kristen atau satu kebajikan Kristen. ...

(KHK 855) Hendaknya orangtua, wali baptis dan pastor paroki menjaga agar jangan memberikan nama yang asing dari citarasa kristiani.

Dengan memilih nama santo atau santa menjadi nama baptis kita atau anak-anak kita, kita mau agar segala keutamaan, kesucian dan keteladanan orang kudus itu terpancar pada diri kita atau pada diri anak-anak kita. Maka mestinya ketika kita memilih nama santo atau santa untuk menjadi nama baptis kita, atau ketika kita memilihkan nama santo atau santa untuk anak-anak kita, memilih bukan karena nama yang indah, keren dan popular, padahal kita tidak mengenali kisah kehidupannya, jika demikian bagaimana kita dapat meniru segala keutamaan, kesucian dan keteladanan imannya.

Anggapan yang keliru tentang kesucian

Berbicara soal meniru kesucian seringkali membuat kita menjadi kecil hati, bukan saja soal kita tidak ingin dianggap sok suci, tetapi juga karena adanya anggapan-anggapan yang keliru tentang kesucian, yaitu (1) kesucian itu berarti tidak pernah berbuat dosa, (2) kesucian itu terjadi pada masa lampau, dan (3) kesucian itu urusan rohaniwan. Mari kita lihat satu per satu :

1. Kesucian itu berarti tidak pernah bebuat dosa

Kadang kita menganggap bahwa para santo-santa itu tidak pernah jatuh dalam dosa, kesucian itu tidak pernah jatuh dalam dosa.

Padahal ketika kita membaca riwayat hidup mereka, ternyata mereka juga pernah jatuh ke dalam dosa. Mereka sama seperti kita pernah dicobai dan jatuh dalam dosa. Dalam sejarah umat manusia hanya ada 2 yang tidak melakukan dosa, pertama Yesus karena Ia sungguh Allah dan sungguh manusia.

(KGK 480) Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia dalam kesatuan Pribadi ilahi-Nya; karena itu Ia adalah perantara satu-satunya antara Allah dan manusia.

Karena Ia adalah sungguh Allah, maka Ia tidak dapat berbuat dosa, meski sebagai manusia, Ia juga turut merasakan kelemahan-kelemahan manusia dan dicobai, tetapi Ia tidak berbuat dosa. Rasul Paulus dalam surat kepada orang Ibrani mengatakan :

Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. (Ibr. 4:15)

Dan yang kedua adalah Bunda Maria. Gereja melalui Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan bahwa kemenangan Kristus atas dosa diperuntukan bagi Maria sebagai yang pertama dan atas cara yang luar biasa Maria dibebaskan dari dosa dan tidak melakukan dosa apapun selama kehidupan duniawinya.

(KGK 411) Kemenangan yang diperoleh Kristus atas dosa diperuntukkan bagi Maria sebagai yang pertama dan atas cara yang luar biasa: ia dibebaskan secara utuh dari tiap noda dosa asal (Bdk. Pius IX: DS 2803.) dan oleh rahmat Allah yang khusus ia tidak melakukan dosa apa pun selama seluruh kehidupan duniawinya.

Ketika malaikat Gabriel datang membawa kabar bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus, malaikat menyalaminya sebagai “penuh rahmat”, dan dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria “dipenuhi rahmat” oleh Allah, sudah ditebus sejak dikandung, maka pada tahun 1854, Paus Pius IX mengumumkan dogma “Maria dikandung tanpa noda dosa” (Immaculata).

(KGK 490) Karena Maria dipilih menjadi bunda Penebus, "maka ia dianugerahi karunia-karunia yang layak untuk tugas yang sekian luhur" (LG 56). Waktu pewartaan, malaikat menyalaminya sebagai "penuh rahmat" (Luk 1:28). Supaya dapat memberikan persetujuan imannya kepada pernyataan panggilannya, ia harus dipenuhi seluruhnya oleh rahmat Allah.

(KGK 491) Dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria, "dipenuhi dengan rahmat" oleh Allah (Luk 1:28), sudah ditebus sejak ia dikandung. Dan itu diakui oleh dogma "Maria Dikandung tanpa Noda Dosa", yang diumumkan pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX:

"... bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal" (DS 2803).

Oleh karena itu Gereja sungguh mengakui bahwa oleh rahmat Allah, Maria bebas dari setiap dosa pribadi selama hidupnya.

(KGK 493) Bapa-bapa Gereja Timur menamakan Bunda Allah "Yang suci sempurna" [panhagia]: mereka memuji dia sebagai yang "bersih dari segala noda dosa, seolah-olah dibentuk oleh Roh Kudus dan dijadikan makhluk baru" (LG 56). Karena rahmat Allah, Maria bebas dari setiap dosa pribadi selama hidupnya.

Tetapi para santo dan santa, sama seperti kita, mereka juga pernah jatuh dalam dosa, hanya saja mereka selalu segera menyesalinya dan bertobat. Kadang kita sering menganggap “ah itu hanya dosa ringan”, debu yang menempel pada sebuah benda, pada mulanya memang tidak begitu nampak, tetapi jika dibiarkan terus menerus, debu akan semakin menumpuk dan tebal, bahkan merusak benda itu. Seperti itulah dosa-dosa ringan yang dibiarkan menumpuk akan membahayakan, menumpulkan hati nurani, dan pada akhirnya secara perlahan membawa kita kepada dosa berat. Santo Agustinus memberikan nasehat rohani : banyak hal kecil membuat satu timbunan besar, banyak tetesan air memenuhi sebuah sungai, banyak biji membentuk satu tumpukan.

(KGK 1863) Kalau dosa ringan dilakukan dengan sadar dan tidak disesalkan, ia dapat mempersiapkan kita secara perlahan-lahan untuk melakukan dosa berat.

"Selama manusia berziarah di dalam daging, ia paling sedikit tidak dapat hidup tanpa dosa ringan. Tetapi jangan menganggap bahwa dosa yang kita namakan dosa ringan itu, tidak membahayakan. Kalau engkau menganggapnya sebagai tidak membahayakan, kalau menimbangnya, hendaknya engkau gemetar, kalau engkau menghitungnya. Banyak hal kecil membuat satu timbunan besar; banyak tetesan air memenuhi sebuah sungai; banyak biji membentuk satu tumpukan. Jadi,.harapan apa yang kita miliki? Di atas segala-galanya pengakuan" (Agustinus, ep.Jo.1,6)

Syukur pada Allah, Ia telah menganugerahkan kepada kita sakramen pengampunan dosa, pengakuan dosa yang teratur membentuk hati nurani, membiarkan kita disembuhkan dan bertumbuh dalam hidup rohani.

(KGK 1458) Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur adalah suatu bantuan bagi kita, untuk membentuk hati nurani kita melawan kecondongan kita yang jahat, membiarkan kita disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohani.

Maka, kesucian itu bukan berarti tidak pernah jatuh ke dalam dosa, namun upaya melawan kecondongan berbuat dosa, dan setiap kali jatuh ke dalam dosa, baik oleh kelemahan kita maupun kelalaian kita, segera menyesalinya dan sungguh bertobat.

2. Kesucian itu terjadi di masa lampau

Kadang kita menganggap para santo-santa itu ada pada jaman dulu, sedang pada jaman sekarang, jaman modern, ketika tawaran duniawi semakin menarik dan menggiurkan, bagaimana seseorang dapat hidup suci.

Tanggal 11 Oktober kemarin Paus Benedictus XVI di Kapel Kepausan mengumumkan kanonisasi 5 orang kudus, dan tanggal 26 April yang lalu di Basilika St. Peter juga mengumumkan kanonisasi 5 orang kudus, artinya tahun 2009 ini kita memiliki 7 santo & 3 santa baru. Dan dari 10 orang kudus yang dikanonisasi tahun 2009 ini, 3 diantaranya hidup pada tahun 1900-an, mereka adalah Santo Rafael Baron, Santo Tadini dan Santa Geltrude. (sumber : www.vatican.va)

Dan masih banyak deretan nama santo dan santa yang hidup pada abad 20, diantaranya yang populer adalah Santa Faustina (yang menerima pesan kerahiman Ilahi dari Kristus dan menyebarluaskan ke seluruh dunia), Santo Padre Pio (yang memperoleh anugerah stigmata), ada Santo Josemaria Escriva (pendiri prelatur pribadi Opus Dei).

Artinya ditengah tawaran duniawi yang begitu menggiurkan, panggilan kesucian tetap relevan dan harus.

3. Kesucian itu urusan rohaniwan

Kadang kita beranggapan bahwa orang-orang kudus itu adalah orang yang sejak semula sudah dipilih, panggilan hidupnya membiara, kaum berjubah, pastor, suster. Kesucian itu adalah urusan rohaniwan, mereka yang memiliki ”bakat” untuk menjadi Santo.

Padahal semua orang beriman kristinani dipanggil pada kekudusan. Seruan untuk hidup kudus diajarkan oleh Yesus sendiri yang mengatakan :

“Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu di sorga adalah sempurna,”(Mat. 5:48).

Dan dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium atau Konstitusi Dogmatis tentang Gereja pada bab V membahas secara khusus “Panggilan umum untuk kesucian dalam Gereja”. Artikel 42 mengatakan :

”Maka semua orang beriman kristiani diajak dan memang wajib mengejar kesucian dan kesempurnaan status hidup mereka. (LG. 42)”.

Santo Escriva memberikan nasehat rohani: ”... santo tidak dihasilkan melulu dari bakat, melainkan ketaatan besar kepada pembimbing dan kesiapan yang tinggi untuk mematuhi rahmat. Jika tidak, maka pahatan gambar Kristus yang tercermin pada semua orang kudus tak akan pernah tampak dalam dirimu...”

(Jalan,56) "Bakat" untuk menjadi Santo. Demikianlah apa yang dikatakan tentang beberapa orang, bahwa mereka memiliki "bakat" untuk menjadi orang suci. Tetapi terlepas dari kenyataan bahwa para santo itu tidaklah dihasilkan dari "bakat" melulu; memiliki "bakat" itu saja tidaklah cukup.

Perlu sekali memiliki semangat ketaatan yang besar kepada seorang pembimbing dan kesiapan yang tinggi untuk mematuhi rahmat sangat diperlukan. Karena apabila engkau menutup dirimu akan rahmat Ilahi dan menolak pembimbingmu untuk dapat melaksanakan tugasnya dalam membimbing jiwamu, naka pahatan gambar Kristus yang tercermin pada semua orang kudus tak akan pernah tampak dalam dirimu.

Dan "Bakat" yang kita bicarakan ini hanyalah merupakan sebuah bahan mentah, sebatang kayu tak berbentuk yang hanya bisa dipakai untuk menyalakan api ...: untuk menghasilkan api yang baik bilamana kayu itu baik mutunya.

Kesucian hanya dapat dicapai dengan pertolongan Tuhan, dan perjuangan terus menerus, apapun panggilan hidup kita, menjadi kaum rohaniwan atau hidup sebagai awam, berkeluarga maupun selibat, semua dipanggil, diajak dan memang wajib mengejar kesucian dan kesempurnaan hidup. Apapun tugas dan pekerjaan kita, kita diajak untuk mengejar kesucian melalui pekerjaan kita sehari-hari.

... hidup yang biasa, sehari-hari dan sederhana dapat merupakan sarana untuk mencapai kesucian; kalian tidak perlu meninggalkan tempat kalian di dunia untuk mencari Allah, kecuali jika Allah memberikan kepada kalian panggilan religius; semua cara di dunia dapat memberikan kesempatan kepada kalian untuk bertemu dengan Kristus. (sumber : Buku Meditasi ”Yesus sebagai Sahabat”)

Sebagai seorang dokter menolak melakukan praktek aborsi, euthanasia, dan pemasangan alat kontrasepsi. Sebagai seorang pengacara menolak kasus-kasus perceraian, walaupun itu kasus perceraian bukan pasangan katolik sekalipun. Sebab dalam setiap tugas dan pekerjaan kita, dapat menjadi suatu kesempatan untuk bertemu dengan Kristus setiap hari.

"Dimana hasrat, kerja, dan kasih sayangmu berada, disanalah tempatmu untuk bertemu dengan Kristus setiap hari... " St. Josemaria Escriva (Kotbah Mencintai Dunia dengan Gairah, 8 Oktober 1967).

Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose menasehatkan Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kol. 3:23).

Cinta akan Tuhan

Hidup para santo dan santa dalam mengejar kesucian bukanlah tanpa perjuangan, mereka tidak serta merta menjadi seorang suci, kadang melalui jalan penderitaan (salib) dan bahkan ada yang sampai mengorbankan nyawanya. Namun mereka tetap setia dalam perjuangan menggapai kesempurnaan hidup, mengapa bisa begitu ? Karena Yesus sendiri telah mengatakan : "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mkr. 8:34).

Seorang ibu yang menunggui putranya belajar hingga larut malam karena keesokan harinya menghadapi ujian, apakah si ibu itu menderita ?, saya yakin tidak, karena ibu itu melakukannya demi cinta. Seorang ayah ditengah hujan deras mengendarai motornya menjemput putranya pulang sekolah, apakah ia merasa menderita ? saya yakin tidak, karena ia melakukan itu demi cinta pada putranya.

Ada sebuah cerita demikian : seorang pemuda yang sedang membonceng ibunya yang sudah cukup tua dan kurus, ketika melewati jalan tanjakan yang cukup tinggi, ia turun dari sepedanya, ibunya juga dan sepedanya dituntun sampai puncak tanjakan. Tetapi ketika ia membonceng seorang gadis muda yang lebih gemuk dari ibunya, ternyata ia mampu tetap mengayuh sepedanya hingga puncak tanjakan, gadis itu kekasihnya, pemuda tadi menjadi mampu mengayuh terus hingga puncak tanjankan karena ia melakukan demi cinta. Apakah pemuda itu menderita, mengayuh sekuat tenaga melawati jalan tanjakan yang tinggi, saya yakin tidak, justru karena ia melakukannya oleh karena cintanya, maka ia justru merasakan kebahagiaan. Segala sesuatu yang dikerjakan dan dilakukan karena cinta justru mendatangkan kebahagiaan.

Cinta akan Tuhan, itulah yang membuat para santo dan santa mampu mengejar kesucian dan menggapai kesempurnaan hidup, betapapun salib yang harus mereka tanggung. Sesudah Yesus bangkit, Yesus masih menemui murid-muridnya, dan sesudah sarapan Yesus bertanya kepada Petrus : apakah engkau mencintai Aku ?, jawab Petrus : Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau, lalu kata Yesus : gembalakanlah domba-domba-Ku. Untuk kedua kalinya Yesus bertanya lagi : apakah engkau mencintai Aku ?, jawab Petrus : benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau, lalu kata Yesus : gembalkanlah domba-domba-Ku. Dan untuk ketigakalinya Yesus bertanya : apakah engkau mencintai Aku ?, maka sedihlah hati Petrus dan jawab Petrus : Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau. Lalu kata Yesus : Gembalakanlah domba-domba-Ku. (bdk. Yoh. 21:15-19).

Mengapa sebelum Yesus memberi perintah kepada Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya, Yesus terlebih dahulu bertanya kepada Petrus apakah engkau mencintai Aku ?, bahkan sampai 3 kali, bukankah lebih mudah bila Yesus langsung memberikan perintah : gembalakanlah domba-domba-Ku. Disini kita dapat melihat, bahwa Yesus menghendaki agar ketika Petrus melakukan tugas mengembalakan umat-Nya, dilakukan oleh karena cinta akan Tuhan.

Bila segala sesuatunya kita kerjakan oleh karena cinta akan Tuhan, maka seperti seorang yang sedang jatuh cinta, ia akan mampu melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, ia akan memiliki kekuatan yang lebih dan ia akan merasakan kebahagiaan. Demikian juga dalam upaya kita untuk mengejar kesucian hidup dalam pekerjaan kita sehari-hari, bila kita kerjakan oleh karena cinta akan Tuhan, kita tentu tidak akan menipu pelanggan kita, kita tentu tidak akan korupsi baik materi maupun waktu kerja, kita tentu tidak akan memperlakukan karyawan kita secara tidak adil, kita tentu tidak akan melalaikan tanggung-jawab kita, sebab kesucian itu dapat dicapai melalui menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kita dengan penuh komitmen sekalipun itu tugas rutinitas harian.

Sanctity is made up of heroic acts. Therefore, in our work we are asked for the heroism of finishing properly the tasks committed to us, day after day, even though they are the same tasks. If we don’t, then we do not want to be saints. (Furrow, 529)

 

Penutup

Bila di dalam sebuah ruangan ada 1.000 garpu tala yang memiliki frekuensi nada yang sama, satu saja kita ambil dan kita bunyikan, apa yang terjadi pada 999 garpu tala lainnya ?, mereka ikut bergetar dan berbunyi. Mengapa ? karena mereka memiliki frekuensi nada yang sama. Yang perlu kita lakukan adalah menyamakan frekuensi nada iman kita dengan frekuensi nada iman santo atau santa pelindung kita, maka getaran keutamaan, keteladanan dan kesucian hidup dari santo dan santa pelindung kita menggetarkan pula segala keutamaan, keteladanan dan kesucian hidup kita, yang pada akhirnya getaran yang sama itu menggetarkan pula kesucian setiap orang yang kita temui sehari-hari.

 

Menyamakan frekuensi mengejar kesucian memang membutuhkan perjuangan tanpa henti dan doa

“Whoever really wants to achieve sanctity, takes no breaks or holidays.” (Furrow, 129)

A saint, without prayer? I don’t believe in such sanctity. (The Way, 107)

Namun bila segala sesuatu kita lakukan oleh karena cinta akan Tuhan, maka perjuangan kita (salib) bukanlah suatu penderitaan sia-sia, melainkan justru mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian.

All for Love! This is the way of holiness, the way of happiness. Face up to your intellectual tasks, the highest things of the spirit and also those things that are most down to earth, the things we all of necessity have to do, with this in mind; and you will live joyfully and with peace. (The Forge, 725)

Marilah kita hening sejenak untuk meresapkan Sabda Tuhan, bila saat ini Tuhan bertanya pada kita : apakah engkau sungguh mencintai Aku ?, apakah jawaban kita ? apakah selama ini kita telah melakukan segala sesuatunya berlandaskan oleh karena cinta akan Tuhan ? semoga demikian. Amin.

—————

Back


Topic: Meniru Kesucian Santo-Santa

No comments found.





Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres