14/12/2010 22:01

Membiarkan Allah Berkarya

 

Artikel oleh Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI)

 

Artikel berjudul "Membiarkan Allah Berkarya" ini dimuat dalam "L'Osservatore Romano", 6 Oktober 2002, ketika beliau masih menjabat sebagai Pemimpin Konggregasi Doktrin Iman.

 

Saya selalu terpesona dengan interpretasi yang Josemaria Escriva berikan mengenai nama Opus Dei - suatu interpretasi yang bisa kita anggap bersifat biografikal dan yang membantu kita memahami dimensi spiritual sang pendirinya. Escriva tahu bahwa ia harus mendirikan sesuatu, tetapi ia juga selalu sadar bahwa apapun yang didirikannya bukanlah berasala dari dia, bahwa ia tidak pernah mendirikan apapun, bahwa Allah sekedar menggunakan dia. Demikianlah, ini bukanlah karyanya, melainkan Opus Dei (yang dalam bahasa Latin artinya "karya Tuhan"). Ia hanyalah alat bagi Allah.

 

Selagi saya merenungkan kenyataan ini, terbayang sabda Tuhan dalam Injil Yohanes (5:17):"Bapaku selalu bekerja." Ini adalah ucapan Yesus dalam perbincangan dengan beberapa ahli Kitab yang tidak mau mengakui bahwa Allah bisa bertindak di hari Sabat sekalipun. Debat ini masih terus berlanjut, dalam hal tertentu, di antara orang-orang dan bahkan di kalangan orang Kristen jaman sekarang ini. Ada yang menganggap bahwa setelah penciptaan, Allah "pensiun" dan tidak lagi berminat dalam keseharian manusia. Menurut pemikiran ini, Allah tidak bisa lagi memasuki pernik kehidupan kita sehari-hari. Namun ucapan Yesus menegaskan hal yang sebaliknya. Orang yang terbuka terhadap kehadiran Allah akan mendapati bahwa Allah masih terus berkarya sampai sekarang: Oleh sebab itu, kita harus membiarkanNya masuk dan bekerja. Dan dengan demikian banyak hal yang akan dilahirkan membuka masa depan dan memperbarui umat manusia.

 

Semuanya ini membantu kita memahami mengapa Josemaria Escriva tidak memandang dirinya sebagai "pendiri" apapun, melainkan hanya seseorang yang ingin memenuhi kehendak Allah, untuk menjalankan karya Allah. Dengan demikian, pemikiran Escriva ini sejalan dengan kata-kata Yesus tentang keyakinan bahwa Allah tidak pensiun dari dunia ini, bahwa Allah masih terus berkarya dan kita tinggal menyediakan diri untuk dipakai, untuk bersiaga, sehingga mampu menjawab panggilanNya. Bagi saya, ini adalah pesan yang sangat penting. Pesan ini mengatasi apa yang dianggap sebagai godaan terbesar jaman ini, yakni anggaan bahwa setelah "the big bang" (proses terciptanya semesta), Allah mengundurkan diri dari sejarah manusia. Karya Allah tidak berhenti pada saat "the big bang", melainkan berlanjut dalam waktu semesta alam dan dalam dunia manusia.

 

Sang pendiri Opus Dei pernah berkata: Bukan saya yang mendirikan sesuatu; ada Pihak Lain yang bertindak, dan saya hanya melayani sebagai alat. Dengan demikian, nama dan seluruh realita yang kita sebut Opus Dei mempunyai ikatan yang sangat dalam dengan kehidupan spiritual pendirinya. Dengan sangat berhati-hati ia mengajarkan kepada kita bahwa ia selalu dalam dialog permanen dengan Dia yang menciptakan kita dan bekerja melalui kita dan bersama kita. Kitab Keluaran (33:11) menulis tentang Musa yang berbicara dengannya “dari muka ke muka, seperti berbicara  seorang teman’. Saya percaya, meskipun Josemaria bersikap hati-hati, masih banyak hal detail  yang tersembunyi bagi kita, namun dari beberapa referensi lain, kita dapat mempergunakan ‘ berbicara sebagai seorang teman’ kepada Josemaria. Dengan demikian terbukalah pintu dunia sehingga Allah dapat hadir untuk berkarya dan mengubah semuanya.

 

Dalam terang ini kita dapat lebih memahami arti kesucian serta panggilan universal menuju kesucian. Jika memahami sedikit tentang sejarah hidup para santo, dan tahu bahwa dalam proses kanonisasi ada penyelidikan tentang kebajikan yang "heroik", kita tentu akan memiliki anggapan keliru tentang kesucian. Kita akan merasa: "Ini bukan untuk saya sebab saya tidak mampu menjalankan kebajikan yang heroik. Itu sasaran yang terlalu tinggi." Dengan demikian kesucian hanya berlaku bagi beberapa orang-orang "hebat" yang wajahnya kita lihat di altar, dan yang sama sekali berbeda dengan para pendosa biasa. Namun ini adalah pemahaman yang keliru tentang kesucian, dan yang bagi saya merupakan poin utama adalah bahwa anggapan ini sudah diluruskan oleh Josemaria Escriva.

 

Kebajikan heroik bukan berarti seseorang melakukan semacam "akrobat" kesucian, sesuatu yang tidak berani dilakukan orang biasa. Kebajikan heroik artinya adalah bahwa dalam hidup orang itu kehadiran Allah diungkapkan - sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan sendiri. Mungkin pada akhirnya kita hanya berhadapan dengan masalah istilah, karena kata "heroik" sudah ditafsirkan secara salah. Kebajikan heroik tidak berarti bahwa seseorang melakukan hal-hal besar seorang diri, melainkan dalam kehidupan orang tersebiut muncul realita-realita yang bukan hasil karyanya, sebab ia selalu hidup terbuka dan siap terhadap karya Tuhan. Atau dengan kata lain, menjadi seorang kudus tidak lain adalah berbicara dengan Tuhan sebagaimana seseorang bebicara dengan seorang sahabat. Inilah kesucian.

 

Menjadi suci bukan berarti lebih hebat dari orang lain; orang kudus bisa saja lemah, dengan banyak kesalahan dalam hidupnya. Kesucian adalah hubungan yang mendalam dengan Allah, dan menjadi sahabat Allah. Kesucian adalah membiarkan Pihak Lain berkarya, satu-satunya pihak yang mampu  membuat dunia ini baik dan bahagia. Dan jika Josemaria Escriva berbicara tentang panggilan bagi semua menuju kesucian, saya yakin dia sebenarnya berbicara tentang hidup pribadinya yang tidak melakukan hal-hal besar dengan kekuatan sendiri, melainkan hanya dengan membiarkan Allah bekerja. Dengan demikian lahirlah pembaruan, suatu kekuatan bagi kebaikan di dunia, sekalipun berbagai kelemahan manusiawi masih tetap akan ada. Sungguh, kita semua mampu dan dipanggil untuk membuka diri pada persahabatan dengan Allah, untuk tidak meninggalkan genggaman Allah, untuk tidak menolak kembali kepadaNya, untuk berbicara dengannya seolah Ia adalah seorang sahabat, karena mengetahui bahwa Allah sungguh sahabat bagi semua orang, termasuk mereka yang tidak mampu melakukan hal-hal besar dengan kekuatan sendiri.

 

 Dari semua ini saya semakin memahami karakter utama Opus Dei, yakni kesatuan mutlak dengan tradisi suci Gereja, dengan iman Gereja, dan keterbukaannya yang tanpa syarat terhadap semua kesulitan di dunia, baik kesulitan di bidang akademis, di bidang pekerjaan, ataupun di berbagai persoalan ekonomi, dan sebagainya. Pribadi yang terikat pada Allah, yang menjalin percakapan tanpa henti denganNya, akan mampu menghadapi semua tantangan ini, dan tidak punya rasa kawatir lagi. Orang yang berada ditangan Allah selalu jatuh ke tangan Allah. Denagn demikian rasa takut lenyap, digantikan dengan keberanian untuk menghadapi dunia masa kini.

 

—————

Back


Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres