14/12/2010 20:42

Kerja dan Kontemplasi (bagian 1)

sumber : https://www.opusdei.us/art.php?p=35819

Apa yang dimaksud oleh St. Josemaria ketika beliau menegaskan bahwa pekerjaan kita dapat menjadi doa kontemplatif? Sebuah artikel baru dalam serial tentang bagaimana menyucikan pekerjaan kita sehari-hari.

 

4 November 2009

"Dalam meditasi hari ini saya ingin kita semua membuat keputusan bulat bahwa kita perlu menjadi jiwa-jiwa yang kontemplatif, di jalan, di tengah pekerjaan kita, dengan cara memelihara percakapan terus menerus dengan Tuhan dan tidak memutuskannya kapanpun sepanjang hari. Jika kita sungguh ingin menjadi pengikut setia Tuhan kita, hanya ini cara satu-satunya."(1)

Bagi mereka yang telah dipanggil oleh Allah untuk mencari kesucian di tengah dunia, mengubah karya menjadi doa dan memiliki jiwa kontemplatif, ini memang satu-satunya cara. Sebab "kita harus memilih untuk belajar menemukan Allah dalam kehidupan sehari-hari yang biasa, atau kita tidak akan menemukanNya."(2)

 Kita perlu merenungkan secara perlahan bagian mendasar dari ajaran St. Josemaria ini. Dalam artikel ini kita akan fokus pada makna kontemplasi; artikel-artikel berikutnya dalam serial ini akan mengupas lebih dalam makna kehidupan kontemplatif dalam pekerjaan dan kegiatan keseharian kita.

 

Seperti di Nazareth, seperti jemaat Kristen pertama

Menemukan Allah dalam kegiatan biasa setiap hari memberi hidup kita nilai dan makna yang penuh. Kehidupan Yesus yang tersembunyi di Nazareth melewati tahun-tahun yang penuh doa dan kerja, tahun-tahun ketika Yesus menjalani kehidupan biasa, kehidupan seperti kita, yang bersifat manusiawi dan sekaligus ilahi."(3) Ia mengajarkan bahwa kehidupan profesi, keluarga dan sosial kita bukan halangan untuk selalu berdoa,(4) melainkan merupakan kesempatan untuk berdiam dekat dengan Allah, hingga tiba saatnya ketika tidak mungkin lagi membedakan antara kerja dan kontemplasi..

Umat Kristiani perdana menjalani kontemplasi dalam hidup keseharian, mengikuti jejak sang Guru. "Saat berjalan, saat bercakap-cakap, saat beristirahat, saat bekerja atau membaca, seorang penganut Kristen berdoa,"(5) tulis seorang penulis abad kedua. Beberapa abad kemudian, St.Gregorius Agung menggambarkan sosok ideal yang dijumpai diantara banyak umat beriman: "rahmat kontemplasi bukan sesuatu yang diberikan kepada orang hebat saja. Banyak orang hebat menerimanya, seperti halnya umat biasa, baik yang hidupnya terpisah dari dunia maupun mereka yang berkeluarga. Maka jika tidak ada pengecualian dalam hal rahmat kontemplasi ini, maka siapapun yang memelihara hatinya yang terdalam bisa mendapatkan rahmat ini."(6)

Magisterium Gereja, terutama sejak Konsili Vatikan II, sudah sering mengingatkan kita tentang ajaran ini. Bagi kita ini sangat penting sebab kita memiliki misi membawa Kristus ke segala penjuru dan memenuhi dunia dengan semangat Kristiani. Seperti yang dikatakan Yohanes Paulus II, mengutip ajaran St. Josemaria: "Kegiatan sehari-hari dipahami sebagai sarana yang penting untuk bersatu dengan Kristus, dapat menjadi tempat dan sarana penyucian, dataran untuk melaksanakan keutamaan, yang merupakan dialog kasih yang diungkapkan dalam karya. Pekerjaan diubah oleh semangat doa dan karenanya memungkinkan kita untuk tetap dalam permenungan akan Allah, bahkan ketika kita sedang serius menjalankan berbagai macam pekerjaan."(7)

 

Kontemplasi anak-anak Allah

Katekismus mengajarkan bahwa "Gereja menyebut kontemplasi akan Allah didalam kemuliaanNya di surga sebagai 'pandangan yang membahagiakan’ ( visio beatifica (8) Meskipun masih hidup di dunia kita telah dapat mencicipi kontemplasi yang sempurna akan Allah di surga. Permulaan ini, meskipun terbatas dan berbeda dengan pandangan yang membahagiakan – visio(9) sudah merupakan kontemplasi yang sesungguhnya tentang Allah, sama seperti rahmat, meskipun berbeda dengan kemuliaan, tetap merupakan partisipasi yang sesungguhnya dalam kodrat ilahi. Bagi kita saat ini seperti melihat dalam cermin yang kabur, namun kelak akan jelas. Saat ini aku mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal,(10) tulis St. Paulus.

Meskipun masih hidup di dunia, kontemplasi akan Allah seperti "dalam sebuah cermin" dimungkinkan berkat keutamaan teologi - iman dan harapan yang hidup, yang diperjelas oleh kasih. Iman, yang dipersatukan dengan harapan dan dihidupkan oleh kasih, "memungkinkan kita mencicipi terlebih dulu cahaya penglihatan kudus, yang merupakan tujuan dari perjalanan hidup kita di dunia saat ini."(11)

Kontemplasi adalah pengetahuan tentang Allah yang penuh kasih serta rencana-rencanaNya sebagaimana terungkap pada semua makluk ciptaan, dalam pewahyuan adikodrati, dan mencapai puncaknya dalam hidup, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus Tuhan kita. St. Yohanes dari Salib menyebut kontemplasi "ilmu tentang kasih"(12) St. Thomas Aquinas mendefinisikannya sebagai pengetahuan yang jelas tentang kebenaran, yang diperoleh bukan melalui sebuah proses penalaran melainkan melalui ungkapan kasih yang kuat.(13)

Doa batin adalah percakapan dengan Allah. "Engkau menulis: 'Berdoa adalah berbicara dengan Tuhan. Tapi tentang apa? Tentang Dia, tentang dirimu: kesedihan, kesuksesan dan kegagalan, cita-cita mulia, kekuatiran sehari-hari, kelemahan! Dan ungkapan syukur dan permohonan: dan Kasih serta pertobatan. Dengan kata lain: berusaha mengenal Dia dan mengenal diri sendiri: 'untuk saling mengenal!"(14) Dalam hidup spiritual, dialog dengan Allah ini cenderung semakin sederhana seiring dengan meningkatnya hubungan cinta sebagai seorang anak ini. Maka kata-kata tidak lagi diperlukan untuk berdoa, baik di mulut maupun di hati. "Kita tidak lagi berbicara, sebab lidah tidak tahu bagaimana mengungkapkan dirinya. Pikiran terhenti. Kita tidak lagi berbicara: kita memandang!"(15)

Inilah makna dari kontemplasi: doa aktif tanpa kata-kata, kuat namun tenang, dalam namun sederhana. Ini adalah hadiah yang Allah berikan kepada mereka yang mencariNya dengan tulus, yang mengarahkan seluruh jiwanya untuk memenuhi kehendakNya melalui tindakan, dan yang berusaha untuk tetap didalam hadiratNya. "Pertama adalah permohonan pendek, lalu permohonan berikutnya, dan berikutnya...hingga usaha kita terasa tak memadai, sebab kata-kata terlalu miskin...lalu muncullah jalan menuju keintiman dengan Allah, memandang Allah tanpa perlu beristirahat atau merasa lelah."(16) Semuanya ini dapat terjadi, ungkap St. Josemaria, bukan hanya pada saat-saat yang memang ditujukan untuk berdoa, melainkan juga"ketika kita sedang melaksanakan sebaik mungkin (dengan segala kesalahan dan keterbatasan kita) tugas-tugas yang diberikan kepada kita sesuai keadaan dan kewajiban kita."(17)

 

Dibawah bimbingan Roh Kudus

Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus bersemayam didalam jiwa kita yang berada dalam keadaan rahmat;(18) kita adalah bait Allah.(19) Kata-kata tak akan cukup untuk mengungkapkan kekayaan misteri bersemayamnya Tritunggal Suci didalam jiwa kita. Allah Bapa sejak dari keabadian melahirkan Putra, dan Roh Kudus, ikatan Cinta yang hidup, berasal dari Bapa dan Putra. Melalui rahmat Allah kita ambil bagian dalam kehidupan Tritunggal ini sebagai putra putrinya. Roh Kudus menyatukan kita dengan Putera, yang telah menjadi manusia agar kita dapat mengambil bagian dalam kodrat ilahi : ketika telah genap waktunya, Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan......agar kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya kedalam hati kita, yang berseru,:"ya Abba, ya Bapa!"(20) Dalam kesatuan dengan Putera ini kita tidak sendirian, melainkan membentuk satu tubuh, yakni Tubuh Mistik Kristus, dan kedalam tubuh ini semua orang dipanggil menjadi anggota yang hidup dan, seperti para rasul, dipanggil untuk menarik orang lain, dengan mengambil bagian pada imamat Kristus.(21)

Kehidupan kontemplatif adalah kehidupan anak-anak Allah, suatu kehidupan yang intim dengan Pribadi-Pribadi ilahi dan dipenuhi oleh semangat merasul. Kasih yang dilimpahkan Roh Kudus kedalam hati kita memberi kita pengetahuan akan Allah yang akan diperoleh dengan cara lain, sebab orang yang tidak mengasihi tidak akan mengenal Allah; sebab Allah adalah kasih.(22) Semakin kita mencintai Allah semakin banyak kita mengenalNya, sebab kasih itu (kasih yang adikodrati) merupakan keikut-sertaan didalam cinta kasih Roh Kudus yang tak terbatas,(23) yang menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi di dalam diri Allah. Siapa gerangan diantara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pula tidak ada orang yang tahu apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.(24)

Kasih ini, yang ditulis dengan huruf besar K, memberi jiwa kedekatan dengan Pribadi-Pribadi ilahi, dan memberi pemahaman tentang Allah yang lebih dalam dan cepat, lebih akurat dan spontan, dalam harmoni yang kuat dengan Hati Kristus.(25) Ditingkat manusia juga, mereka yang mengasihi satu sama lain akan lebih mudah untuk saling memahami. St. Josemaria menggunakan analogi ini untuk menjelaskan (sampai tingkat tertentu) seperti apa kontemplasi tentang Allah itu. "Ditempat asal saya orang kadang berkata,'Lihatlah bagaimana orang itu merenung sesuatu!' Mungkin mereka bicara tentang seorang ibu yang memandang anak dipelukannya, atau seorang pria memandang calon istrinya, atau seorang wanita yang sedang menjaga suaminya yang sedang sakit - ini adalah cinta kasih manusiawi yang murni dan mulia. Begitulah cara kita merenung."(26)

 

Akan tetapi semua pengalaman manusia, betapapun indahnya, tidak lebih dari gambaran kabur dari kontemplasi yang Allah berikan kepada jiwa-jiwa orang beriman. Cinta kasih adikodrati jauh melampaui cinta manusiawi manapun baik dalam sifat, kualitas dan kekuatannya, dan rahmat Roh Kudus memungkinkan kita dibimbing olehNya dengan mudah. Karunia-karunia ini (kebijaksanaan, pengetahuan, penghiburan, kekuatan, pemahaman, kemurnian dan takut akan Allah) tumbuh bersamaan dengan kedekatan kita dengan Allah, dan seluruh sisi kehidupan batin ini mulai terungkap.

Secara khusus, melalui karunia kebijaksanaan, yang merupakan karunia pertama dan terbesar dari Roh Kudus,(27) kita tidak hanya mengetahui dan menerima berbagai kebenaran yang terungkap tentang Allah dan ciptaanNya, sebagaimana yang terjadi dengan iman, tetapi juga menikmatinya dengan "sedikit mencicipi manisnya."(28) Kebijaksanaan, atau sapientia, adalah pengetahuan yang "dicicipi": sapida scientia. Berkat karunia ini, seseorang tidak hanya akan semakin mengasihi Allah, tetapi ia pun akan memahami dengan cara baru.(29) "Ada pengetahuan yang hanya diperoleh melalui kesucian. Mereka adalah jiwa-jiwa tersembunyi yang tak dikenal dunia, yang sangat rendah hati, penuh pengorbanan diri dan suci, dan yang memiliki pandangan  adikodrati yang mengagumkan. Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil (Mt 11:25)."(30)

 

Melalui karunia kebijaksanaan kehidupan kontemplatif memasuki kedalaman ilahi (31) St.Josemaria mengundang kita untuk merenungkan "teks dari Rasul Paulus dimana ia menyarankan sebuah program hidup kontemplatif - pengetahuan dan kasih, doa dan kehidupan... semoga Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih, bersama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus dan dapat mengenal kasih itu sekalipun ia melampaui segala pengetahuan, dan semoga kamu dipenuhi dalam seluruh kepenuhan Allah (Ef 3:17 - 19."(32)

Kita perlu memohon karunia kebijaksanaan kepada Roh Kudus, bersama dengan karunia-karunia lain yang menyertainya. Mereka semua adalah karunia cinta kasih ilahi, kekayaan yang diberikan oleh Roh Kudus kepada mereka yang mengasihi Allah dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa dan sekuat tenaga.

 

Jalan menuju kontemplasi

Semakin besar cinta kasih seseorang, semakin ia mengenal Allah, yang memungkinkan kontemplasi. Bahkan tingkatan cinta kasih yang paling rendah, yang dijumpai pada orang yang puas dengan tidak berbuat dosa besar tetapi tidak berusaha mencari kehendak Allah dalam segala hal, memiliki ketaatan tertentu kepada kehendak ilahi. Namun, cinta yang tidak berkehendak untuk lebih mencintai, yang tidak memiliki semangat kesucian, akan lebih mirip dengan sikap sopan kepada orang asing daripada seperti cinta seorang anak. Siapapun yang puas dengan hubungan semacam ini dengan Allah hanya akan mendapat sedikit pengetahuan tentang kebenaran wahyu, sebab jika seseorang adalah pendengar sabda dan bukan pelaku, ia seperti orang yang memandang dirinya di cermin, memandang dirinya sendiri lalu pergi dan seketika lupa seperti apa wajahnya.(33)

Berbeda dengan orang yang dengan tulus ingin memeluk kehendak Allah dalam segala hal dan, dengan bantuan rahmat, menggunakan segala sarana yang ada: doa vokal dan doa batin, penerimaan sakramen (sering mengaku dosa dan menerima komuni), pekerjaan dan pemenuhan  tugas-tugas dengan patuh, mencari kehadiran Allah sepanjang hari, setia kepada suatu rencana kehidupan Kristiani dan tekun menjalankan pembinaan kehidupan Kristiani.

Kehidupan modern membuat banyak orang mementingkan kulit luar, selalu ingin memiliki bermacam hal, pergi kesana kemari, melihat, menyesatkan diri, mungkin dengan berusaha menutupi kekosongan batinnya, sehingga kehilangan makna transendental dalam hidupnya. Akan tetapi kita, yang telah menemukan panggilan ilahi menuju kesucian dan kerasulan, mestinya memiliki pengalaman yang bertolak belakang. Jika kegiatan eksternal kita semakin mengusik, seharusnya semakin mendalami kehidupan batin kita, permenungan kita, berusaha bercakap-cakap dengan Allah yang hadir di dalam jiwa kita dalam rahmat, melawan keinginan nafsu daging dan mata serta kesombongan hidup.(34) Untuk merenungkan Allah orang harus mempunyai hati yang bersih. Berbahagialah orang yang suci hatinya karena ia akan melihat Allah.(35)

Marilah kita mohon kepada Bunda Maria yang suci agar kita memperoleh dari Roh Kudus rahmat untuk menjadi kontemplatif dalam hidup kita sehari-hari, suatu rahmat yang bersinar begitu gemilang dimasa hidupnya.

 

Catatan kaki:

  1. St. Josemaría , Sahabat-sahabat Tuhan , 238.
  2. St. Josemaría , Wawancara Bersama…., 114.
  3. St. Josemaría , Sahabat-Sahabat Tuhan, 56.
  4. Cf. Lk 18:1.
  5. Clement of Alexandria, Stromata, 7, 7.
  6. St. Gregory the Great, Homili mengenai Ezechiel, 2, 5, 19.
  7. John Paul II, Sambutan tentang "Keagungan Kehidupan sehari-hari" untuk memperingati 100 tahun umurnya Santo Escriva. Josemaría, 12 January 2002, 2
  8. Katekismus Gereja Katolik, 1028.
  9. Cf. St. Thomas Aquinas, Summa theologiae, I, q.12, a.2, c; II-II, q.4, a.1; q.180, a.5, c.
  10. 1 Kor 13:12.
  11. Katekismus Gereja Katolik ,163.
  12. St. Yohanes dari Salib Suci, The Dark Night of the Soul, 2, 18, 5.
  13. St. Thomas Aquinas, Summa theologiae, II-II, q.180, a.1, c and a.3, ad 1.
  14. St. Josemaría , Jalan, 91.
  15. St. Josemaría, Sahabat-sahabat Tuhan ,307.
  16. St. Josemaría , Sahabat-sahabat Tuhan, 296.
  17. Ibid.
  18. Cf. Yon 14:23.
  19. Cf. 1 Kor 3:16; 2 Kor 6:16.
  20. Gal 4:4-6.
  21. Cf. 1 Kor 12:12-13, 27; Eph 2:19-22; 4:4.
  22. 1 Yoh,4:8.
  23. Cf. St. Thomas Aquinas, Summa theologiae, II-II, q.24 a.7, c. In Epist. Ad Rom., c.5, lect. 1.
  24. 1 Cor 2:10-11.
  25. Cf. Mt 11:27.
  26. St. Josemaría, "Kegembiraan Melayani Tuhan".
  27. Cf. John Paul II, Kesempatan yang baik,, 9 April 1989.
  28. St. Thomas Aquinas, Summa theologiae, II-II, q.45, a.2, ad 1.
  29. Cf. Yon 6:69; Rom 8:5.
  30. St. Josemaría, "The liqueur of wisdom".
  31. 1 Kor 2:10.
  32. St. Josemaría , Kristus Yang Lagi Berlalu, 163.
  33. Jas 1:23-24.
  34. 1 Yoh 2:16.
  35. Mt 5:8.

 

 

 

 

 

 

—————

Back


Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres