26/02/2010 22:53

Surat dari Prelat Opus Dei (Februari 2010)

Prelat Opus Dei mengumumkan tahun Maria di Opus Dei untuk bersyukur kepada Tuhan karena menunjukkan kepada Santo Josemaría, 80 tahun silam, bahwa jalan menuju kesucian ini juga dimaksudkan untuk kaum wanita.

4 Februari 2010

Anak-anakku yang terkasih : semoga Yesus menjaga kalian, putra dan putriku !

Bulan ini kita merayakan peringatan ke-80 tahun saat ketika St Josemaría melihat bahwa Opus Dei juga ditujukan untuk kaum wanita. Kita tahu bahwa pada tanggal 2 Oktober 1928, ketika ia menerima terang yang mendasari pendirian Opus Dei, Bapa kita berpikir bahwa Opus Dei hanya untuk kaum pria. Maka dapat kita bayangkan keterkejutan dan kegembiraannya ketika beberapa bulan kemudian, pada tanggal 14 Februari 1930, Tuhan kita telah membuatnya mengerti bahwa Ia juga mengandalkan kaum wanita untuk membawa ke mana saja -melalui teladan dan perkataan mereka- pesan pengudusan pada pekerjaan profesional dan pada semua keadaan dalam kehidupan sehar-hari. Beberapa tahun kemudian, dengan penuh rasa syukur atas Penyelenggaraan ilahi, dia berkata bahwa “Sesungguhnya Opus Dei, tanpa keinginan khusus Tuhan kita itu dan tanpa saudari-saudarimu, pasti tidak lengkap.” [1] Ia sering mengatakan hal yang sama, untuk membuat kita mengerti, putri-putriku, betapa besarnya tanggung jawab yang kalian masing-masing miliki. Meskipun ini sedikit diluar topik, saya memohon kalian untuk berdoa bagi suatu intensi yang akan membuat kalian merasa sangat bahagia.

Mulai tanggal 14 Februari 1930, St Josemaría berjuang untuk membuka jalan kesucian ini di tengah-tengah dunia, Opus Dei, untuk kaum wanita dari segala profesi, semua ras dan semua pekerjaan. Kita angkat hati kita dengan penuh syukur kepada Tritunggal Mahakudus, karena usaha ini telah mengakar begitu dalam dan luas di seluruh dunia, meskipun ia harus mengatasi kesulitan-kesulitan besar, terutama pada awal-awalnya. Kalau pengajaran St Josemaría tentang pengudusan realitas duniawi dihadapkan dengan begitu banyak rintangan pada era tahun 30-an dan 40-an yang lalu, bayangkan berbagai kesulitan tambahan ketika undangan untuk menyucikan semua pekerjaan manusia yang mulia itu diarahkan kepada wanita.

Kaum wanita saat ini, sebenarnya, memiliki kesempatan yang sama seperti kaum pria di banyak bidang pekerjaan, tetapi delapan puluh tahun yang lalu tidaklah demikian. Saat itu cukup langka, misalnya, para wanita yang belajar di universitas atau yang bekerja di luar rumah (kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan tangan yang harus selalu mereka kerjakan), dan bahkan lebih jarang yang menduduki posisi yang bertanggung jawab di sipil, sosial atau kehidupan akademik. Beberapa dekade kemudian, Konsili Vatikan II menyatakan: “Saatnya akan tiba, sebenarnya sudah tiba, ketika panggilan kaum wanita terlaksana secara penuh, saat di mana kaum wanita di dunia ini memperoleh wibawa, pengaruh dan kekuatan yang hingga kini tidak pernah dicapai. Maka dari itu, pada saat ini ketika umat manusia sedang mengalami transformasi yang begitu mendalam, kaum wanita dijiwai dengan semangat Injil dapat berbuat banyak untuk membantu agar umat manusia tidak jatuh.” [2]

Kita telah melangkah jauh selama delapan puluh tahun, berkat usaha orang-orang yang tak terhitung jumlahnya yang telah membantu bahwa martabat kaum wanita, hak dan kewajiban mereka sama dengan kaum pria, telah diakui, juga dalam undang-undang sipil. Di antara orang-orang ini, harus diakui, peranan khusus telah dimainkan oleh St Josemaría. Dari awal dia mendorong putri-putrinya, dan wanita-wanita yang tertarik dengan Opus Dei, untuk mencapai tujuan setinggi mungkin, di berbagai ragam bidang kegiatan manusia. Saya teringat akan banyak kejadian-kejadian tertentu dalam hal ini: mulai dengan dorongan semangat yang ditujukan kepada mereka yang memiliki kondisi intelektual yang memungkinkan untuk mencapai cita-cita tinggi dalam kehidupan profesional mereka, di bidang budaya, ilmu pengetahuan, dll, hingga usahanya, yang sama besarnya, memperoleh pengakuan bagi pelayanan kaum wanita yang besar kepada masyarakat di berbagai bidang pekerjaan lainnya. Misalnya, berkat dorongannya secara langsung, bahwa banyak lembaga pendidikan didedikasikan untuk mempersiapkan perempuan muda profesional untuk bekerja di rumah telah mulai berkembang di seluruh dunia, sehingga tugas-tugas ini akan mendapat pengakuan yang pantas, baik dalam undang-undang sipil maupun di masyarakat.

Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa umat beriman di Prelatur, dalam persatuan yang erat dengan begitu banyak orang yang berkehendak baik, telah mempromosikan – dan terus melakukannya - ke seluruh dunia pandangan Kristiani mengenai wanita. Namun demikian, masih begitu banyak yang harus dilakukan! Meskipun di banyak lingkungan martabat dan peranan kaum wanita secara luas sudah diakui, di tempat lain hal ini masih sebuah wacana. Walaupun demikian, kita putra dan putri Allah harus terus berjuang untuk menunjukkan seperti yang ditulis oleh Bapa pendiri kita, bahwa “Perkembangan, kematangan, emansipasi wanita seharusnya bukan berarti kesamaan, keseragaman dengan kaum pria, sebuah tiruan yang merendahkan diri dari cara seorang pria dalam melakukan sesuatu. Itu tidak akan membawa kita ke manapun. Wanita nantinya ternyata terkalahkan, bukan karena mereka lebih baik atau lebih buruk daripada laki-laki, tetapi karena mereka berbeda. Dalam hal fundamental, ada persamaan hak yang seharusnya diakui secara hukum, baik dalam hukum sipil dan gerejawi. Kaum wanita, seperti kaum pria, memiliki martabat untuk menjadi orang dan anak-anak Allah. Namun demikian, atas dasar kesetaraan ini, masing-masing harus mencapai apa yang tepat bagi pria atau wanita. Dalam pengertian ini emansipasi wanita berarti bahwa ia harus memiliki kemungkinan nyata untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri setinggi mungkin -secara pribadi dan secara umum bersama kaum wanita lainnya. Persamaan hak dan persamaan kesempatan di hadapan hukum tidak meniadakan keragaman yang memperkaya seluruh umat manusia ini. Justru mensyaratkan dan mendorong hal itu.”[3]

Sebagaimana pada tahun 2008, ketika kita memperingati ulang tahun ke-80 pendirian Opus Dei, nampak bagi saya bahwa cara terbaik untuk menyalurkan rasa terima-kasih kita adalah dengan semakin mendekatkan diri kepada Bunda Maria di sepanjang bulan-bulan ini. Oleh karena itu dengan sukacita saya mengumumkan Tahun Maria di Opus Dei, mulai dari tanggal 14 Februari mendatang hingga pada tanggal yang sama di tahun 2011. Selama bulan-bulan ini, marilah kita berusaha untuk semakin menghormati Bunda kita, terutama dengan menaruh perhatian yang besar dalam doa dan renungan Rosario Suci, dan penyebaran devosi ini di antara keluarga dan teman-teman kita. Dan mari kita mengungkapkan syukur kita kepada Tuhan atas karya wanita-wanita yang mengurus pemeliharaan rumah-rumah pusat prelature Opus Dei, yang membantu sedemikian jelas pada pemeliharaan dan perbaikan lingkungan rumah tangga yang telah Tuhan karuniakan ke Opus Dei; pada saat Tuhan mengilhami Bapa kita di tahun 1928.

Bulan-bulan awal Tahun Maria ini bertepatan dengan bulan-bulan akhir Tahun Imam yang diumumkan oleh Paus Benediktus XVI bagi seluruh Gereja. Sepanjang tahun ini saya telah menegaskan bahwa, bilamana kita berdoa bagi para imam, kita juga harus berdoa agar semua umat setiap hari secara sungguh-sungguh dapat lebih menyadari akan jiwa imamat yang kita semua miliki. Dan agar kita juga bertekad – juga setiap hari - untuk menyampaikan kegembiraan anugerah ini – umum bagi semua yang telah dibaptis- kepada mereka yang berhubungan dengan kita.

Tanggal 14 Februari, juga merupakan peringatan akan pendirian Serikat Imam Salib Suci, di tahun 1943. Pada hari itu, selagi St Josemaría merayakan Misa Kudus di kapel milik pusat Opus Dei cabang perempuan, Tuhan memberinya solusi sehingga para imam dapat di-inkardinasi-kan ke dalam Opus Dei. Bapa kita, yang percaya penuh pada Penyelengaraan Ilahi, melihat dengan jelas, pada tanggal yang tidak disengaja ini, Tuhan kita ingin menegaskan kembali apa yang menjadi cirri khas Opus Dei yaitu kesatuan utuh -akan roh, akan panggilan, dan akan peraturan- di Opus Dei antara kaum pria dan kaum wanita, kaum awam dan para imam. Seperti yang dikatakannya sendiri, "Seakan-akan Tuhan kita ingin mengatakan kepada kita: jangan merusak kesatuan Opus Dei ! Cintailah, pertahankanlah, peliharalah!" [4]

Jiwa imamat tidak lain daripada imamat umum yang diterima melalui Sakramen Permandian, yang mengisi setiap sudut kehidupan mereka. Bapa kita bersyukur kepada Tuhan kita bahwa kenyataan ini telah mendarah daging dalam kehidupan setiap umat beriman dalam Ous Dei. Pada tahun 1960, misalnya, ia berkata: “Saya sudah sering mengatakan kepada kalian bahwa kita semua, para imam dan kaum awam, memiliki jiwa imam. Selain itu, saya bahkan berulang-ulang mengatakan kepada semua anak-anakku bahwa mereka adalah imam-imam -dengan imamat rajani yang dikatakan Santo Petrus (1 Pet 2:9)- tidak hanya diterima melalui Pembaptisan, tetapi karena vos estis lux mundi, kamu adalah terang dunia, dan terang tidak dapat disembunyikan: non potest civitas abscondi supra montem posita (Mat 5:14), orang tidak dapat menyembunyikan kota yang dibangun di atas gunung. Kristus diangkat di atas Salib, untuk menarik segala sesuatu kepada diriNya, dan anak-anak-ku berusaha untuk menempatkan Yesus sebagai titik puncak dari segala kegiatan manusia yang mulia, untuk membawa jiwa-jiwa kepada-Nya.”[5]

Dalam mengenang kembali keyakinannya ini kepada kita, ia mendesak kita untuk mengaktualisasikan seluruh potensi yang terkandung di dalam panggilan Kristiani. Ia tidak membatasi dirinya untuk menyampaikan kebenaran ini secara teoritis, tetapi mengajari kita bagaimana mempraktekannya. Ia menganjurkan kita untuk “menghidupkan” Misa Kudus sepanjang dua puluh empat jam sehari, mempersembahkan kepada Tuhan kita, dalam persembahan, tugas-tugas setiap hari, keberhasilan dan kegagalan, penderitaan dan kebahagiaan. Dia menganjurkan bahwa, bilamana kita melaksanakan pekerjaan kita, kita berusaha untuk melaksanakan kebajikan-kebajikan yang ada dalam setiap kegiatan profesional - kerja keras, penyangkalan diri, pelayanan kepada orang lain, dan sebagainya- dengan semangat Kristiani. Dengan demikian, katanya, Misa Kudus benar-benar menjadi “pusat dan sumber dari kehidupan rohani Kristiani,” [6] dan kita memperluas Kurban Kudus itu sepanjang hari.

Dan ia suka menjelaskan hingga kedetailnya. Selama pertemuan dengan orang-orang muda, ketika ditanya bagaimana menempatkan jiwa imamat dalam praktek, ia menjawab: ”Bagaimana menurutmu seharusnya seorang imam itu? Rela berkorban, penuh semangat, tersenyum, menarik, seseorang yang tidak menolak permintaan orang yang minta pelayanannya, yang tahu bagaimana mengampuni, bagaimana memahami, bagaimana menasehati .... kalian sudah tahu ini, dan banyak hal lain juga, dan aku yakin, anakku, bahwa kalian berusaha untuk mempraktekkannya: itulah mengapa kalian memiliki jiwa imamat.”[7]

Dan di lain waktu, dia berkata: “Kalian ambil bagian dalam imamat rajani Kristus karena kalian telah menerima sakramen Pembaptisan dan sakramen Penguatan, dan karena kamu juga ambil bagian dalam karisma yang berasal dari Roh Kudus, dalam arti bahwa kalian melakukan banyak hal yang baik. Sebuah perkataanmu, kadang, akan membuka mata orang buta; tingkah lakumu memungkinkan seseorang yang lumpuh, yang tidak melakukan apa pun bagi kehidupan Kristianinya, bangun dan mulai bekerja di sisi-mu . Dan bahkan mereka yang telah mati, yang mulai membusuk, akan datang ke Sakramen Tobat digerakan oleh permohonanmu, oleh ajaran-ajaran-mu , oleh doamu. Mereka akan dimurnikan, dibersihkan, dan dimampukan akan segala sesuatu yang baik : mereka akan bangkit.”[8]

Bila kita lihat dari sudut ini, kita dapat bertanya pada diri kita sendiri apakah Misa Kudus sungguh merupakan titik pertemuan dari semua keingian dan tujuan kita, sumber yang menghidupkan semangat kita untuk mencapai kesucian dan kerasulan. Apakah kita melihat jiwa-jiwa pada orang-orang yang kita jumpai sepanjang hari? Apakah kita bereaksi dengan cinta kasih dan penyesalan yang mendalam atas penhujatan yang Tuhan terima ? Selain itu, marilah kita juga memupuk solidaritas dengan mereka yang menderita secara material dan spiritual karena perang, penganiayaan, bencana alam, dll, Mari kita berusaha menemani mereka dengan doa-doa, dan bantuan materi sejauh memungkinkan. Kita tidak ingin bahwa berita seperti gempa bumi di Haiti hanya menjadi sekedar kenangan.

Buah kerasulan tergantung pada persatuan dengan Tuhan kita, seperti yang ditekankan Paus ketika mengacu pada efektivitas pengembalaan sang Imam Suci dari Arc. “Bukan karena kemampuannya pribadi yang membuat ia berhasil menggerakkan hati banyak orang, bahkan bukan juga bergantung pada keteguhan kehendaknya yang terpuji ; ia menaklukan jiwa yang paling keras kepala dengan mengkomunikasikan kepada mereka apa yang dia sendiri jalani secara mendalam, yaitu, persahabatan dengan Kristus. Ia telah 'jatuh cinta' pada Kristus, dan rahasia sejati keberhasilan penggembalaannya adalah semangat cintanya pada Misteri Ekaristi, yang dirayakan dan dihidupkan, menjadi cinta bagi umat Kristus, bagi orang-orang Kristen dan bagi semua orang yang mencari Allah.”[9]

Pada tanggal 19 Februari kita akan mengenang kembali secara khusus Uskup Alvaro yang kita cintai, sebab ia merayakan hari santonya pada hari itu. Kita percaya akan perantaraannya untuk melewati Tahun Maria yang baru ini dengan semangat seorang anak yang sama pada Tahun-Tahun Maria lainnya yang diumumkan oleh pengganti pertama St Josemaría, pada berbagai peringatan di Opus Dei. Pada hari berikutnya, tanggal 20 Februari, saya akan mentahbiskan dua Associate saudara kalian sebagai imam. Mari kita berdoa bagi mereka dan bagi semua imam.

Beberapa hari yang lalu, Bapa Suci menerima saya dalam sebuah audiensi pribadi. Saya membawa kasih dan doa kalian semua kepadanya, dan meyakinkannya bahwa kita selalu berdoa bagi dirinya dan bagi intensi-intensinya. Mari kita terus, erat bersatu dengan penerus St. Petrus, dan juga pada semua para uskup, para imam dan umat beriman. Benediktus XVI memberkati semua usaha kerasulan umat beriman di Opus Dei dan kalian masing-masing.

Tidaklah perlu mengingatkan kalian bahwa saya sangat mengandalkan doa kalian bagi intensiku. Teruslah berdoa dengan murah hati.

Dengan penuh kasih sayang, saya memberkatimu,

Bapamu

+ Javier

Roma, 1 February 2010

Catatan kaki :

1. St Josemaría, Catatan diambil dalam sebuah pertemuan keluarga, Februari, 1955.

2. Konsili Vatikan II, Pesan akhir kepada perempuan, 8 Desember 1965, no. 3-4.

3. St Josemaría, Percakapan, no. 87.

4. St Josemaría, Catatan diambil dalam sebuah pertemuan keluarga, 31 Maret 1974.

5. St Josemaría, Catatan diambil dalam meditasi, 15 April 1960.

6. St Josemaría, Kristus Yang Berlalu, no. 87.

7. St Josemaría, Catatan diambil dalam sebuah pertemuan keluarga, 31 Maret 1974.

8. St Josemaría, Catatan diambil dalam sebuah pertemuan keluarga, Oktober 1972.

9. Paus Benedict XVI, Disampaikan pada audiensi umum, August 5, 2009.

—————

Back


Topic: Surat dari Prelat Opus Dei (Februari 2010)

No comments found.





Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres