21/11/2010 20:18

Surat dari Prelat (November 2010)

Prelat mengajak kita untuk memahami lebih dalam realitas Persekutuan Para Kudus, dengan memperkuat persatuan kita dengan para anggota Gereja di surga, di Api Penyucian, dan di bumi.

2 November 2010

Putra dan putriku yang terkasih: Semoga Tuhan Yesus melindungi dan menjaga kalian semua !

Hari ini kita mengenang orang-orang kudus yang bersukacita bersama Allah di Surga. Lihatlah, suatu kumpulan besar, demikian St Yohanes menulis dalam salah satu penglihatannya pada kitab Wahyu, yang tidak dapat dihitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan  takhta dan di hadapan Anak Domba yang memakai  jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring  berseru  "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!" [1]

Kita melihat, seperti dalam sebuah lukisan besar, gambaran dari Kitab Suci mengenai jiwa-jiwa yang tak terhitung jumlahnya yang telah mencapai akhir bahagia dari perjalanan duniawi mereka. Mereka membentuk Gereja Dalam Kemuliaan (Gereja Jaya). Bersama Bunda Maria dan Santo Yosef, bersama orang-orang kudus yang dikanonisasi (di antaranya yang kita hormati dengan sukacita khusus, bapa pendiri kita – Santo Escriva, red), berjuta-juta orang biasa hidup selamanya di dalam Allah dan untuk Allah, yang berjuang dalam pertempuran kehidupan rohani di bumi dan, dengan bantuan rahmat mereka menang. Hati saya tergerak, penuh dengan rasa syukur, kepada perempuan dan laki-laki dari Opus Dei yang telah melayani Tuhan kita dengan penuh kesetiaan, dan yang membantu kita dari surga dengan pengantaraan mereka. Kenyataan ini tidak bisa hanya merupakan satu kenangan bagi kita; kenangan itu harus membawa kita untuk bergantung pada mereka, dalam kesatuan, dalam rangka untuk melanjutkan menempa jalan yang sudah mereka termpuh dengan begitu mengagumkan. 

Saya juga mengenang dengan kasih sayang berlimpah orang-orang yang membesarkan dan membimbing kita atau yang kita kenal di dunia ini: orang tua, saudara-saudara, kerabat, teman, rekan kerja, dan banyak orang lain yang tidak kita kenal, telah membantu kita atau yang kita bantu dengan perjuangan pribadi kita, melalui Persekutuan Para Kudus, supaya suatu hari kelak mencapai tujuan kemuliaan memandang Tritunggal Mahakudus. Saya menyarankan, sebagaimana saya sendiri telah melihat yang dilakukan bapa kita, agar kalian berdoa dengan perantaraan semua leluhur kalian, meminta bantuan mereka.

Disini kita tidak bisa melupakan sejumlah besar orang-orang terkasih  yang saat ini menunggu untuk mengambil langkah terakhir ke tanah air surgawi. Ini adalah jiwa-jiwa terberkati di Api Penyucian, Gereja Yang Menderita, yang sedang dipersiapkan untuk masuk ke dalam kemuliaan. "Mereka sudah di tempat yang bahagia," kata St Josemaria, "karena keselamatan mereka terjamin, meskipun mereka masih harus sedikit dimurnikan untuk melihat Tuhan." [2] Gereja mengenang mereka ketika besok, tanggal 2 November,  mendedikasikan peringatan khusus bagi mereka, dan meminta setiap imam untuk merayakan Kurban Ekaristi demi kepentingan mereka yang sudah meninggal.

Minggu-minggu ini merupakan kesempatan luar biasa bagi kita untuk lebih memperkuat Persekutuan Para Kudus. Melalui doa dan menyangkal diri, dengan mempersembahkan pekerjaan kita, dan terutama sekali, dengan mempersembahkan buah-buah dari Misa Kudus bagi  jiwa-jiwa di Api Penyucian, kita akan dapat membantu mereka membuat perbaikan bagi kesalahan-kesalahan mereka dan dengan demikian mereka bisa mencapai surga. Bagaimana bisa kita tidak ingat akan devosi yang berkesinabungan bapa kita dalam berdoa dan membuat orang lain berdoa bagi mereka –setiap saat, tapi secara khusus selama bulan November? Ia mendorong kita untuk bermurah hati dalam mendoakan jiwa-jiwa di Api Pencucian. Aspirasinya yang terbesar adalah bahwa, bila semua bersatu, kita mungkin berhasil "mengosongkan Api Penyucian," melalui kelimpahan Misa yang dipersembahkan dan kemurahan hati pengorbanan dan doa kita. Karena itu saya bertanya pada diri sendiri dan kepada kalian: Bagaimana kita menunjukkan kasih kita bagi jiwa-jiwa yang meninggal dan juga bagi mereka yang masih hidup? Bagaimana kita mempergunakan waktu kita untuk orang lain?

Refleksi ini akan membantu kita untuk memahami lebih penuh misteri Gereja Yang Mengembara, yang saat ini kita sekarang berada. Kita merupakan bagian tidak hanya secara pasif, menerima keselamatan yang Kristus tawarkan kepada kita, tetapi juga secara aktif. Untuk itu kita semua adalah Gereja, demikian kita harus merasakan diri kita, dipanggil untuk memberikan kontribusi yang positif dalam membangun Tubuh Mistik Kristus di bumi dan turut membentuk taraf terakhirnya di Surga. Dengan kata-kata St Josemaria, kita dapat bertanya kepada diri sendiri: "Apakah saya berbagi semangat dengan Kristus akan jiwa-jiwa? Apakah saya berdoa bagi Gereja yang [mana] saya merupakan bagiannya, di mana saya harus melakukan sebuah misi khusus yang tidak ada orang lain bisa melakukannya untuk saya "? [3]

Konsili Vatikan II, menggunakan ungkapan dari Kitab Suci, mengajarkan bahwa Gereja adalah "bangunan Allah” Tuhan sendiri membandingkan diriNya dengan batu yang dibuang oleh tukang batu, tapi malah menjadi batu penjuru. Pada dasar ini Gereja dibangun oleh para rasul, dan dari itu Gereja menerima soliditas dan persatuan."[4] St Petrus, dalam surat pertamanya, mengatakan bahwa Kristus adalah batu hidup, ditolak oleh manusia tetapi mulia dan dipilih di hadapan Allah; dan seperti batu hidup jadikanlah dirimu dibangun menjadi suatu rumah rohani, untuk menjadi suatu imamat kudus, untuk menawarkan kurban spiritual yang berkenan kepada Allah melalui Yesus Kristus [5].

Ini terjadi dalam Permandiaan, di mana kita dimasukkan ke dalam Gereja sebagai elemen hidup untuk membangun rumah Allah di bumi [6]. “Menjadi bagian Gereja sudah berarti banyak, tetapi itu saja tidak cukup. Kita harus menjadi Gereja itu sendiri, karena Bunda kita tidak boleh menjadi orang asing bagi kita, sesuatu yang eksternal, asing bagi pikiran kita yang terdalam ". [7] Persatuan penuh dengan Kristus sangat diperlukan dalam rangka untuk memiliki kehidupan di Gereja kini dan mencapai kebahagiaan abadi kelak.

Kita bukan benda mati, tetapi batu hidup yang harus berkolaborasi secara bebas dan sukarela dalam pelaksanaan  kurban Kristus, untuk diri sendiri dan orang lain. Sebagaimana St Paulus mengatakan kepada kita: Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagaimana seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu[8]

Karena itu mari kita membangun Gereja dalam kehidupan kita di atas satu-satunya fondasi, Kristus, dengan emas dedikasi yang murah hati kepada Allah, dengan perak pengorbanan dan penyangkalan diri kita , dengan batu permata kebajikan kita, mungkin kecil, tapi menyenangkan Tuhan, jika kita terus-menerus menanggapi rahmat-Nya. Mari kita hindari, dengan bantuan Tuhan, bukan hanya dosa-dosa serius, marilah kita juga membenci dosa-dosa ringan yang disengaja dan kesalahan-kesalahan serta ketidaksempurnaan: apapun yang tidak dapat dipersembahkan kepada Tuhan adalah "jerami," "sekam," materi rapuh yang harus kita lepaskan dari diri kita agar dapat masuk surga. Demikianlah kebutuhan untuk perbuatan silih di dunia ini dan untuk pemurnian di api penyucian setelah kematian.

St Paulus menambahkan: Apakah kamu tidak tahu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?[9] Liturgi menekankan kenyataan ini selama bulan November ketika merayakan dedikasi basilika St Yohanes Lateran pada tanggal 9 November dan basilika Santo Petrus dan Santo Paulus di tanggal 18. Mari kita merenungkan simbolisme perayaan-perayaan ini, menarik konsekuensi praktis bagi kehidupan kita. Prefasi Misa untuk dedikasi gereja, doa kepada Allah Bapa: "Kami mengucap syukur sekarang untuk rumah doa di mana Engkau memberkati keluarga kami saat kami datang kepada-Mu dalam suatu perziarahan. Di sini Engkau ungkapkan kehadiran-Mu dengan tanda-tanda sakramental, dan membuat kami bersatu dengan-Mu melalui ikatan kasih karunia. Di sini  Engkau  membangun bait-Mu dari bebatuan hidup, dan membawa Gereja untuk kepenuhannya sebagai Tubuh Kristus di seluruh dunia, untuk mencapai kesempurnaan pada akhirnya di kota Yerusalem surgawi. "[10]

Mari kita berhenti sejenak untuk merenungkan kenyataan yang menakjubkan ini : kita semua sama-sama anggota Gereja, meskipun masing-masing dengan peranan kita masing-masing. "Setiap elemen struktur Gereja adalah penting," ditekankan oleh Paus Benediktus XVI, "namun semua dari mereka akan goyah dan runtuh tanpa batu penjuru  yaitu Kristus. Sebagai 'sesama warga' dari 'keluarga Allah, "orang Kristen harus bekerja sama untuk memastikan bahwa bangunan berdiri kuat sehingga orang lain akan tertarik untuk masuk dan menemukan di dalamnya harta kasih karunia yang berlimpah." [11]

Mari kita renungkan, anak-anakku,  tugas yang dipercayakan kepada kita oleh Tuhan, dan memenuhinya dengan rasa tanggung jawab, seperti hamba dalam perumpamaan yang dipercaya dengan barang tuannya, sehingga mengembalikannya  dengan pertambahan saat tuannya itu kembali[12] Dan itu akan datang;  akan menjadi kenyataan yang membahagiakan jika kita tetap bersatu dengan Kristus melalui ikatan iman, penerimaan sakramen-sakramen dan persekutuan dengan Bapa Paus  dan konferensi para uskup .

Mari kita renungkan di sini sebuah simbol yang penting. Saya mengacu pada altar, yang di dalam bangunan gereja, menempati tempat penting sedemikian rupa sehingga didedikasikan untuk ibadat melalui upacara yang kaya. Pada tahun 1958, pada Hari Raya Semua Semua Orang  Kudus, St Josemaria mengkonsekrasikan altar kapel Para Rasul Kudus di Villa Tevere. Sebagaimana biasa dalam setiap upacara liturgis, kesalehannya cukup terlihat. Setiap rubrik dan setiap kata merupakan ekspresi dari cinta kasih yang murni untuk  Tuhan kita, karena Dia telah menanugrahkan kita Kurban Kudus Misa, sebagai tanda bagaimana besarnya Dia telah mencintai dan mengasihi kita.

Dengan upacara ini, Gereja mengingatkan kita bahwa "kita juga telah dikuduskan, dikhususkan untuk pelayanan Allah dan membangun Kerajaan-Nya. Bagaimanapun, seringkali kita menemukan diri kita tenggelam dalam dunia yang menge-samping-kan Allah. Atas nama kebebasan manusia dan otonomi, nama Allah diteruskan dalam keheningan, agama direduksi menjadi devosi pribadi, dan iman dihindari dalam area publik. Suatu kali, Benediktus XVI mengatakan,"mentalitas ini, benar-benar bertentangan dengan inti dari Injil, bahkan bisa mengaburkan pemahaman kita akan Gereja dan misinya. "[13]

Mari kita selalu berusaha untuk menolak mentalitas ini, yang kadang-kadang merasuk ke dalam perilaku banyak orang Kristen. Saya mengatakan, dalam konteks ini, apa yang dikatakan St Josemaria ketika meresmikan konsekrasi sebuah altar. "Kau dan aku seperti altar: kita telah diurapi. Mereka mengurapi kita dengan minyak, pertama di Pembaptisan, dan kemudian di Krisma. Dan kita menunggu dengan sukacita saat menerima Perminyakan -pemberian minyak suci. . . ketika mereka akan mengurapi kita [sekali] lagi. Jadi kita adalah sesuatu yang kudus, dan karena itu tubuh kita harus dipersembahkan kepada Allah Tuhan kita. Tanpa kebodohan, kita harus peduli [dengan] ke-bersahaja-an yang mendetail, menghargai tubuh kita, meletakkannya di dalam pelayanan Allah, berpakaian dengan pantas. Untuk melakukannya, kita juga harus [memberi] pakaian jiwa kita dengan kebiasaan baik yang disebut kebajikan, dan yang sepantasnya untuk seorang Kristen. "[14]

Kita bisa menarik banyak lagi konsekuensi dari perayaan-perayaan ini untuk kehidupan rohani kita. Saya tinggalkan semua itu untuk kalian renungkan. Tapi saya tidak ingin mengakhiri tanpa mengingatkan pesta liturgis lain dan peringatan sejarah Opus Dei  pada minggu-minggu mendatang. Pertama-tama, solemnitas Kristus Raja, pada tanggal 21 November. Marilah kita mempersiapkan diri untuk memperbarui konsekrasi Opus Dei kepada Hati Kudus Yesus. Mari kita memperbaharui  komitmen yang kita peroleh dari Tuhan kita ketika menerima Baptisan, dan yang diperkuat setelah kita menerima panggilan ke Opus Dei. Saya sarankan agar kalian bertanya: Bagaimana kalian membiarkan Dia berkuasa dalam kehidupan sehari-hari kalian? Bagaimana kalian menyebarkan Kerajaan-Nya melalui pekerjaan dan persahabatan kalian?

Setelah itu, pada tanggal 28 November, hari peringatan pendirian prelatur Opus Dei (yang tahun ini jatuh pada hari Minggu pertama masa Adven, seperti yang terjadi pada tahun 1982), mari kita bersyukur kepada Allah dengan segenap hati kita untuk langkah yang begitu penting . Mari kita bertanya terutama seperti yang ditulis Hamba Allah Yohanes Paulus II dalam Konstitusi Apostolik Ut Sit, hendaknya Opus Dei setiap saat merupakan instrumen yang ampuh dalam pelayanan misi universal Gereja.

Beberapa hari yang lalu saya berada di Pamplona dan merayakan Misa Kudus di kampus Universitas Navarra. Saya bersyukur kepada Tuhan, bersama dengan ribuan orang, untuk lima puluh tahun berdirinya Universitas dan Asosiasi Dari Sahabat-Sahabat Universitas. Seperti yang dapat kalian bayangkan, kehadiran St Josemaria selalu terasa, juga karena saya mempersembahkan Kurban Misa Kudus di tempat yang sama di mana bapa Pendiri kita merayakan Misa Kudus pada bulan Oktober 1967. Kata-katanya pada kesempatan tersebut membantu saya untuk menyusun homili saya, untuk mengingatkan semua orang bahwa Allah memanggil kita untuk mencari kesucian dalam kehidupan kita sehari-hari.

Semoga rasa syukur kita juga timbul dalam intensitas doa kita untuk Bapa Suci dan intensinya, yang kepadanya semua umat beriman di Opus Dei, awam dan imam- seperti semua umat Katolik lainnya- ingin tetap erat bersatu dalam segala situasi. Dan teruslah berdoa untuk intensi saya, yang tidak memiliki tujuan lain selain untuk melayani Gereja dan jiwa secara lebih baik. Saya merasa sangat bersatu untuk kalian semua, dan membutuhkan kalian untuk mendukung saya setiap hari.

Juga terlintas di dalam pikiran saya suatu kenyataan dalam bulan ini, kita memiliki hari  peringatan  ketika bapa kita menemukan bunga mawar di Rialp. Saya memohon Bunda kita untuk memberikan kita kekuatan bagi perjalanan yang harus kita tempuh untuk mencapai surga. Dan marilah kita ingat untuk berdoa bagi umat beriman dari Prelatur yang akan ditahbiskan sebagai diakon pada tanggal 13.

Dengan segala kasih sayang saya, saya memberkati Kalian,

Bapamu

+Javier

Roma, November 1, 2010

Catatan kaki :

[1] Wahyu 7:9-10.

[2] St Josemaria, Catatan diambil dalam sebuah pertemuan keluarga, 9 April 1974.

[3] St Josemaria, Loyalitas Homili ke Gereja, 4 Juni 1972.

[4] Vatikan II, Konst Dogmatis Lumen Gentium, no. 6.

[5] 1 Pet 2:4-5.

[6] bdk. 1 Tim 3:15.

[7] St Josemaria, Loyalitas Homili ke Gereja, 4 Juni 1972.

[8] 1 Kor 3:10-13.

[9] Ibid., 16.

[10] Missale Romanum, Kata Pengantar I untuk dedikasi gereja.

[11] Benediktus XVI, pidato tanggal 18 Juli 2008.

[12] bdk Mat 25:20-23.

[13] Benediktus XVI, Homili pada dedikasi altar, 19 Juli 2008.

[14] St Josemaria, Catatan diambil di pertemuan keluarga, 27 Oktober 1974.

—————

Back


Assumption Of The Virgin

Karya Francesco Granacci, 1517



Pusat Opus Dei Surabaya
Jln. W.R. Supratman 65
Surabaya 60263
Tlp.(62-31)5614937

Pembimbing rohani
Romo F.X. Zen Taufik
Romo Ramon Nadres